Bismillah, tulisan kali ini penulis men nyampaikan fatwa Al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts
al-‘Ilmiyyah wal Iftaa (Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa) mengenai
permasalahan pelunasan kredit sebelum waktunya :
Pertanyaan :
Ada seseorang yang berbisnis jual beli mobil. Dia menjual
mobil dengan cara mengkreditkannya. Dia mengkreditkan mobil dengan cicilan bulanan
seharga 50.000 riyal, dengan jumlah cicilan perbulan sebesar 1500 riyal.
Ada seorang pembeli yang datang dan berkata: “Saya akan
melunasi semua sisa pembayaran saya, lalu berapa potongan yang akan Anda
berikan kepada saya sebagai imbalan atas pelunasan sebelum waktunya.” Perlu
diketahui wahai Syaikh, bahwa hal tersebut sudah tersebar pada mayoritas
orang-orang yang biasa berbisnis mobil.
Kami sangat mengharapkan fatwa mengenai hal tersebut. Dan
bagaimana pula hukumnya jika dia mengatakan: “Saya akan membayar semua yang
menjadi kewajiban saya kepada Anda.” Kemudian si penjual menjawab: “Dan saya
akan berikan potongan harga yang pernah disepakati sebesar 3000 riyal”, tanpa
persyaratan dari pedagang atau permintaan untuk memotong harga sebagai imbalan
dipercepatnya pelunasan pembayaran sebelum waktunya. Saya mengharapkan fatwa
sekitar masalah di atas. Mudah-mudahan Allah menjaga Anda da meluruskan langkah
Anda menuju kebaikan.
Jawaban :
Apa yang disampaikan pada pertanyaan di atas adalah apa yang
dikenal oleh para ahli fiqih dengan istilah “potong dan percepatlah pembayaran.”
Mengenai kebolehannya masih terdapat perbedaan pendapat di
kalangan para ulama. Dan yang benar adalah pendapat mereka yang membolehkan “pemotongan
harga dan percepatan pembayaran.” Yang demikian itu berdasarkan riwayat dari
Imam Ahmad dan menjadi pilihan Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim, yang
dinisbatkan kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu.
Dengan nada membolehkan, Ibnul Qayyi rahimahullah
mengatakan: “Karena praktek tersebut kebalikan dari riba. Riba mengandung
penambahan pada salah satu pihak, sebagai ganti dari dilampauinya jangka waktu,
sedangkan praktek ini mengandung keterlepasan tanggung jawabnya dari salah satu
pihak sebagai imbalan dari berhentinya akhir jangka waktu.
Dengan demikian, sebagian kewajiban pembayaran gugur sebagai
ganti gugurnya sebagian jangka waktu yang diberikan. Dengan demikian, masing-masing pihak
mendapatkan keuntungan. Dan dalam praktek tersebut tidak ada riba, baik dalam
pengertian sebenarnya, bahasa, maupun tradisi. Sebab, riba berarti tambahan.
Sedang praktek di atas sama sekali tidak mengandung pengertian itu.
Orang-orang yang mengharamkan hal tersebut mengqiyaskannya
dengan riba. Padahal tampak jelas perbedaan antara ucapan: “Baik, kamu harus
menambah atau kamu akan melunasinya.”, dengan ucapan: “Segerakan pembayaran
kepada saya dan saya akan berikankepadamu seratus.” Itu jelas tidak ada
kesamaan antara keduanya. Tidak ada nash, ijma’, maupun qiyas shahih yang
mengharamkan hal tersebut.
Wabillahit
taufiq.
‘Al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’
(Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa)
Anggota : Bakr Abu Zaid
Anggota : ‘Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz
Semoga bermanfaat..
0 komentar:
Posting Komentar