Pola pembangunan properti atau perumahan di Indonesia sampai
saat ini masih ditangani paling tidak oleh tiga unsur, yaitu individu, swasta,
dan pemerintah. Individu biasanya membangun rumah tinggal untuk kepentingan
dirinya sendiri sementara pemerintah dan swasta pada umumnya menangani
perumahan yang bersifat kolektif atau massal.
Pembangunan perumahan yang
dikerjakan oleh pemerintah lebih banyak berorientasi kepada masyarakat kelas
menengah ke bawah, sedangkan swasta pada umumnya menangani perumahan untuk
kepentingan properti menengah ke atas.
Properti atau perumahan di Indonesia beberapa waktu yang
lalu dikenal dengan istilah Real Estate (RE), Rumah Sederhana (RS), dan Rumah Sangat
Sederhana (RSS). Bahkan belakangan ini ditambah dengan jenis kondomonium dan
apartemen, yang makin mulai menjamur keberadaannya di kota-kota besar seperti kota
Jakarta, Surabaya, dan Bandung misalnya. Perbedaan antara klasifikasi perumahan
tersebut., dapat dilihat pada unsur-unsur yang diantaranya yaitu lokasi
perumahan, luas dan denah fisik bangunan, bahan bangunan dan rancang bangun,
kualitas dan kuantitas, sarana/prasarana, jenis dan jumlah fasilitas, harga
beli, dan sistem pemilikan.
Satu hal yang sangat disayangkan di dalam masalah pola
pembangunan properti khususnya perumahan, untuk yang bertipe real estate,
kondomonium, dan apartemen mewah, kini berkembang suatu pola yang bersifat
ekslusif. Mulai dari pemberian nama hingga ke sistem lingkungan fisik. Sehingga
untuk memasuki kawasan perumahan tersebut dengan alasan keamanan dan kenyamanan
misalnya, ditemui beberapa kesulitan yang sebenarnya tidak perlu terjadi karena
hal ini malah memperbesar gap antar
masyarakat.
Sedangkan kabar baiknya kini, dengan semakin berkembangnya
lembaga-lembaga yang terlibat dalam upaya aktivitas pembangunan properti,
misalnya lembaga syariah seperti properti syariah yang makin berkembang,
diharapkan dapat makin menjangkau kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Sehingga anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak menentu,
seperti para nelayan, pekerja pabrik, buruh perkebunan, dan sejenisnya, dapat
mempunyai peluang untuk dapat memiliki rumah dengan cicilan yang tetap per bulannya,
tanpa harus menempuh cara ribawi.
Peran pemerintah dalam mendorong makin berkembangnya
properti syariah mutlak sangat diperlukan, karena dengan bantuan pemerintah
maka penyediaan rumah murah yang terjangkau dapat diwujudkan untuk menyentuh
masyarakat kelas bawah. Kolaborasi antara pemerintah dengan para pengusaha
muslim yang berkomitmen untuk memberantas riba, akan menjadi kolaborasi yang
sangat bermanfaat bagi perkembangan masyarakat muslim dalam kepemilikan rumah
tinggal. Semoga..
Salam hangat,
Iyan Rofianto
Sumber :
Buku Kiat Praktis Menata Rumah Islami, karya Muhammad S. Djarot S. Sensa, terbitan Angkasa Bandung
0 komentar:
Posting Komentar