Bismillah, hukum transaksi jual beli dengan uang muka
seringkali menjadi pertanyaan bagi kaum Muslimin mengenai kebolehannya menurut
syariat Islam yang mulia. Untuk itu, pada pemaparan artikel kali ini penulis
menyampaikan tiga buah fatwa dari Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian
Fatwa ( Al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts
al-‘Ilmiyyah wal Iftaa) yang menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar hukum
jual beli dengan uang muka.
Mari kita simak :
Pertanyaan Pertama :
Apakah boleh bagi penjual mengambil uang muka dari pembeli.
Dan ketika pembeli tidak jadi membeli barang yang dimaksud atau tidak kembali
lagi, apalat menurut syariat penjual ini berhak menahan uang muka itu dan tidak
mengembalikannya kepada pembeli?
Jawaban :
Jika kenyataan seperti yang Anda sebutkan, maka dibolehkan
baginya menahan uang muka itu untuk dirinya sendiri dan tidak perlu
mengembalikannya kepada pembeli. Demikian pendapat ulama yang paling benar,
jika kedua pihak telah bersepakat untuk itu.
Wabillahit
taufiq.
Fatwa ini ditandangani oleh ‘Al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’ (Komite
Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa) dengan Anggota : Bakr Abu Zaid, ‘Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh, dan Ketua : ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz.
Pertanyaan Kedua :
Perlu saya beritahukan kepada Anda bahwa saya menekuni
pekerjaan yang tak menentu, seperti pemborong bangunan rumah dan bengkel besi.
Semua pekerjaan tersebut tidak lepas dari uang muka, sedikit maupun banyak.
Ketika menyerahkan uang muka dan pengesahan transaksi pada satu, dua hari, atau
lebih, orang yang sudah membayar itu menyimpang dari pendapatnya semula yaitu
pada saat pekerjaan tengah berlangsung atau sebelum memulai pekerjaan. Lalu
bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini?
Jawaban :
Penjual yang mensyaratkan uang muka boleh mengambil uang
muka itu jika transaksi jual beli dibatalkan. Demikian menurut pendapat ulama
yang benar. Denga syarat, kedua belah pihak telah bersepakat untuk itu.
Wabillahit
taufiq.
Fatwa ini ditandangani oleh ‘Al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’ (Komite
Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa) dengan Anggota : Bakr Abu Zaid, ‘Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh, Shalih al Fauzan, dan
Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz.
Pertanyaan Ketiga :
Banyak penjual mengambil uang muka pada saat jual beli tidak
terjadi. Apa hukumnya?
Jawaban :
Jual beli dengan uang muka itu boleh. Yaitu pembeli
membeyarkan uang kepada penjual atau wakilnya, yang jumlahnya lebih sedikit
dari harga yang harus dibayarkan setelah transaksi jual beli ditetapkan, untuk
menjamin agar barang tidak dijual kepada orang lain. Jika pembeli itu mengambil
barang tersebut maka uang muka itu sudah masuk dalam hitungan harga. Dan jika
tidak mengambil barang itu, maka penjual boleh mengambil dan menjadikannya
sebagai hak milik.
Jual beli dengan uang muka ini dibenarkan, baik diberi
batasan waktu pembayaran sisa harga ataupun tidak. Hal ini berdasarkan apa yang
dilakukan oleh ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Imam Ahmad pernah
berbicara mengenai uang muka ini: “Tidak ada masalah dengannya.” Dan dari Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhu, dia membolehkan hal tersebut. Sa’id bin al-Musayyab dan
Ibnu Sirin mengatakan: Tidak ada masalah dengannya.” Dia memakruhkan
dikembalikannya barang dagangan yang disertai dengan sesuatu.
Adapun hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang jual beli dengan uang muka (HR. Malik di dalam al-Muwaththa (II/609), Ahmad (II/183), Abu Dawud (III/768), Ibnu
Majah (II/738), al-Baihaqi (V/342), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (VIII/135 nomor 2106), adalah hadits dha’if,
sebagaimana menurut Imam Ahmad dan yang lainnya. Sehingga ia tidak dapat
dijadikan hujjah.
Wabillahit
taufiq.
Fatwa ini ditandangani oleh ‘Al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’ (Komite
Tetap Kajian Ilmiah dan Pemberian Fatwa) dengan Anggota : Bakr Abu Zaid, Shalih al Fauzan, Wakil Ketua : ‘Abdul ‘Aziz
Alusy Syaikh, dan Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz.
Sumber :
Kitab Fatwa-Fatwa Jual Beli (Terjemahan), karya Ahmad bin
Abdurrazaq ad-Duwaisy, cetakan tahun 2009 halaman 138-140.
Demikian tulisan kali ini , semoga bermanfaat..